

Pemerintah Serahkan 25.000 Rumah kepada warga yang tidak memiliki penghasilan tetap pada April 2025. Program ini menjadi bagian dari komitmen nasional dalam mewujudkan pemerataan kesejahteraan dan keadilan sosial, terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang selama ini sulit mengakses rumah layak.
Seremoni penyerahan rumah di lakukan secara simbolis oleh Presiden Joko Widodo di kawasan perumahan rakyat di Bogor. Dalam sambutannya, Presiden menekankan bahwa perumahan bukan hanya soal atap dan dinding, melainkan soal martabat dan hak dasar setiap warga negara. “Tidak boleh ada rakyat Indonesia yang hidup berpindah-pindah tanpa kepastian tempat tinggal hanya karena status pekerjaannya yang tidak tetap,” ujar Jokowi. Ia juga menambahkan bahwa rumah merupakan basis bagi terciptanya stabilitas keluarga dan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Program ini menyasar pekerja sektor informal seperti pedagang kaki lima, buruh harian, tukang parkir, nelayan, petani kecil, hingga ojek daring yang selama ini tidak dapat mengakses kredit pemilikan rumah (KPR) konvensional karena tidak memiliki slip gaji tetap. Dalam pelaksanaannya, pemerintah menggandeng pemerintah daerah, perusahaan konstruksi milik negara, serta lembaga keuangan nasional.
Verifikasi penerima manfaat di lakukan secara berlapis. Selain melalui data administrasi kependudukan, proses seleksi juga melibatkan RT/RW, kelurahan, dinas sosial, dan tokoh masyarakat. Pendekatan ini di nilai lebih kontekstual dan mampu mengidentifikasi warga yang benar-benar layak menerima bantuan.
Pemerintah Serahkan 25.000 Rumah dengan program ini juga di nilai sebagai terobosan penting dalam agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam aspek pengentasan kemiskinan, penyediaan hunian layak, dan pengurangan ketimpangan. Selain memberikan kepastian tempat tinggal, kepemilikan rumah juga memperkuat ketahanan ekonomi warga karena mereka tidak lagi terbebani biaya sewa bulanan yang tinggi.
Pendanaan Dan Skema Inovatif Pembiayaan Rumah Bagi Warga Non-PNS rumah ini adalah aspek pembiayaan, mengingat penerima manfaat berasal dari kalangan pekerja informal yang secara administratif tidak memenuhi syarat konvensional untuk mendapatkan KPR dari bank. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah meluncurkan skema pembiayaan inovatif berbasis subsidi penuh dan parsial, dengan dukungan dari Badan Layanan Umum (BLU), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI).
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, menjelaskan bahwa sekitar 60 persen dari unit rumah di serahkan secara hibah penuh kepada keluarga miskin ekstrem dan warga dengan penghasilan di bawah Rp1 juta per bulan. Sementara 40 persen lainnya di salurkan dengan skema KPR bersubsidi khusus. Melalui skema ini, bunga di tanggung penuh oleh pemerintah selama 10 tahun pertama, dan cicilan per bulan di batasi maksimal Rp300.000, jauh di bawah harga sewa kontrakan rata-rata di kawasan urban.
Selain itu, pemerintah juga memperkenalkan platform digital bernama “RumahKita” yang memfasilitasi proses pendaftaran, seleksi, dan pemantauan pembangunan rumah secara transparan. Aplikasi ini di lengkapi fitur pelaporan online sehingga warga dapat memantau progres pembangunan, menyampaikan keluhan, dan memastikan bahwa bantuan sampai kepada yang berhak.
Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, menyatakan kesiapannya untuk mengalokasikan 100 hektare tanah negara guna mendukung program lanjutan di daerahnya. “Kami menyambut baik program ini karena sangat relevan dengan kebutuhan riil masyarakat. Kami sudah siapkan lahan dan masterplan untuk kawasan hunian terpadu,” katanya.
Program ini juga di harapkan menjadi katalis bagi perbaikan regulasi perumahan dan pembiayaan mikro di masa depan, termasuk potensi penerbitan obligasi sosial untuk pendanaan rumah rakyat. Pemerintah saat ini tengah menjajaki peluang kerja sama dengan bank pembangunan internasional dan organisasi filantropi global untuk mendukung keberlanjutan program ini.
Dampak Sosial Dan Ekonomi: Dari Pemerintah Serahkan 25.000 Rumah, terutama mereka yang bekerja di sektor informal. Dengan memiliki rumah sendiri, warga tidak hanya terbebas dari beban biaya sewa, tetapi juga memiliki aset yang bisa diwariskan. Kepastian tempat tinggal memungkinkan perencanaan hidup yang lebih baik, termasuk akses pendidikan bagi anak dan keterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan rumah berdampak positif terhadap kesehatan mental dan stabilitas ekonomi keluarga. Dalam konteks pekerja tanpa penghasilan tetap, rumah menjadi simbol keberdayaan ekonomi. “Dulu tiap bulan pusing bayar kontrakan. Sekarang bisa tenang nabung buat sekolah anak,” ujar Lestari, pedagang sayur dari Semarang.
Lebih dari 70% penerima manfaat adalah kepala keluarga dengan tiga anak atau lebih. Pemerintah juga mencatat bahwa sebagian besar rumah di bangun dekat pusat kota sekunder, sehingga memudahkan. Akses ke pasar, sekolah, dan fasilitas kesehatan.
Rumah yang di serahkan tersebar di lebih dari 30 kota dan kabupaten, antara lain Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Palembang, Bandung, dan Pontianak. Setiap unit rumah di bangun dengan standar layak huni, memiliki akses air bersih, listrik, sanitasi, serta fasilitas umum seperti taman, masjid, dan posyandu.
Dampak ekonomi lainnya terlihat dari meningkatnya aktivitas UMKM di sekitar kawasan hunian baru. Di Medan, beberapa rumah tangga penerima bantuan mulai membuka usaha kecil seperti warung kopi dan laundry. Hal ini menciptakan ekosistem ekonomi mikro yang dinamis dan meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah).
Program ini juga memperkuat ikatan sosial di kalangan warga. Di banyak kompleks hunian baru, warga membentuk komunitas RT-RW, koperasi, dan pengajian yang mempererat solidaritas sosial. Pemerintah mendorong pembentukan paguyuban warga agar proses perawatan rumah dan lingkungan di lakukan secara swadaya.
Tantangan, Evaluasi, Dan Langkah Lanjutan Pemerintah ini tidak luput dari tantangan. Beberapa warga di daerah terpencil mengeluhkan keterlambatan pembangunan, akses jalan yang belum optimal, dan belum tersambungnya jaringan air bersih. Pemerintah mengakui masih ada kendala teknis dan logistik yang harus di evaluasi.
Dirjen Perumahan Kementerian PUPR menyebutkan bahwa dari total 25.000 unit rumah. Sekitar 2.300 unit masih dalam tahap penyelesaian dan akan di serahterimakan paling lambat Juli 2025. “Kami akan mempercepat penyambungan air PDAM dan jaringan listrik di seluruh lokasi,” ujarnya.
DPR RI melalui Komisi V meminta pemerintah menyusun roadmap jangka panjang perumahan inklusif dengan target tahunan. Pemerintah menargetkan membangun tambahan 100.000 rumah bagi pekerja informal hingga akhir 2026 dengan alokasi anggaran bertahap dan pendekatan multisektor.
Kementerian PUPR juga sedang merancang integrasi program ini dengan program padat karya tunai dan pelatihan vokasi. Konsep ini memungkinkan penerima manfaat rumah juga terlibat dalam pembangunan fasilitas umum. Sekitar kawasan, seperti jalan lingkungan dan taman bermain anak.
Masyarakat sipil dan LSM perumahan mengingatkan agar program ini tetap dikawal transparansinya. “Harus ada pengawasan partisipatif agar rumah benar-benar di terima oleh yang berhak,” kata Nurlina, aktivis dari Rumah Kita Bersama.
Dengan segala dinamika dan tantangan, program 25.000 rumah untuk warga tanpa gaji tetap. Ini menjadi tonggak penting dalam sejarah kebijakan perumahan Indonesia. Jika dikelola berkelanjutan dan tepat sasaran, inisiatif ini dapat mengurangi ketimpangan sosial. Dan memberi harapan baru bagi jutaan pekerja informal di seluruh tanah air dari program Pemerintah Serahkan 25.000 Rumah.