Pavel Durov CEO Telegram Di Tangkap Di France
Pavel Durov CEO Telegram Di Tangkap Di France

Pavel Durov CEO Telegram Di Tangkap Di France

Pavel Durov CEO Telegram Di Tangkap Di France

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Pavel Durov CEO Telegram Di Tangkap Di France
Pavel Durov CEO Telegram Di Tangkap Di France

Pavel Durov Seorang CEO Telegram Di Tangkap Di Bandara Le Bourget, France Selepas Ia Tiba Dari Azerbaijan Menuju France. Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov, di tangkap di Bandara Bourget di luar Paris pada Sabtu malam, 24 Agustus 2024. Kabar ini pertama kali di laporkan oleh media Prancis, TF1 TV dan BFM TV. Meskipun keduanya mengutip sumber yang tidak di sebutkan namanya. Telegram, yang memiliki pengaruh besar di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet. Kini menjadi salah satu platform media sosial utama di dunia, bersaing dengan Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat. Dengan ambisi untuk mencapai satu miliar pengguna pada tahun depan. Telegram berbasis di Dubai dan di dirikan oleh Durov yang lahir di Rusia. Pada tahun 2014, Durov meninggalkan Rusia setelah menolak tuntutan pemerintah untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosial VKontakte (VK) miliknya, yang kemudian di jual.

Berdasarkan informasi dari TF1 yang di kutip oleh Reuters, Durov tengah bepergian dengan jet pribadinya ketika di tangkap. TF1 juga menambahkan bahwa Durov menjadi sasaran dari surat perintah penangkapan dan menjadi target penyelidikan. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa penyelidikan berfokus pada kurangnya moderasi di Telegram, yang menurut pihak kepolisian. Memungkinkan aktivitas kriminal berlangsung tanpa hambatan di dalam aplikasi tersebut. Telegram sendiri belum memberikan tanggapan terkait permintaan komentar dari Reuters. Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri dan kepolisian Prancis juga menolak memberikan komentar terkait situasi ini. Kekayaan Durov, yang di perkirakan mencapai 15,5 miliar dolar AS menurut Forbes, tidak menghalangi beberapa pemerintah di dunia untuk mencoba menekannya. Namun, Durov tetap bersikeras bahwa Telegram harus tetap menjadi platform netral, bukan alat geopolitik. Kedutaan Besar Rusia di Prancis menyatakan kepada kantor berita Rusia, TASS, bahwa mereka belum di hubungi oleh tim Durov setelah kabar penangkapan ini, tetapi segera mengambil langkah untuk mengklarifikasi situasi tersebut.

Pavel Durov Sebagai Bagian Dari Penyelidikan

Laporan dari TF One pada situsnya menyebutkan bahwa Pemerintah France sudah menerbitkan surat penangkapan terhadap Pavel Durov Sebagai Bagian Dari Penyelidikan awal. Berdasarkan kutipan BFM, investigasi ini berfokus pada kurangnya moderasi di Telegram. Yang oleh polisi di anggap mungkin ada aktivitas kejahatan berlanjut secara aman di platform tersebut. Di sisi lain, menurut laporan dari NST pada bulan 5 2024, Vaughn, menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan moderasi terhadap beberapa situs kejahatan pada Telegram, terkait juga penjualan obat berbahaya serta video porno. Meski demikian, Vaughn menegaskan bahwa platform tersebut tidak terlibat pada segala aspek sensor politik. Pavel Durov, yang merupakan pendiri Telegram, di tangkap di Bandara pada hari Sabtu, dua puluh empat Agustus dua ribu dua puluh empat. Ketika sedang bepergian dengan jet pribadi yang ia punya. Di saat bersamaan, ia sudah jadi target surat penangkapan yang di keluarkan oleh otoritas Prancis.

Telegram, sebagai sebuah platform global, telah di gunakan oleh banyak orang di berbagai negara, terutama saat terjadinya sensor info. Misalnya, Indonesia, platform tersebut sempat di blokir pada tahun 2017 karena di anggap tidak penuhi ketentuan yang berlaku, terutama terkait moderasi konten. Telegram di ketahui mengizinkan banyak pihak untuk mengakses platformnya tanpa melakukan moderasi yang memadai. Yang akhirnya menyebabkan di temukannya konten terkait teroris serta radikal. Selepas insiden tersebut, CEO Telegram, Pavel Durov, mengunjungi Indonesia, dan layanan Telegram pun di aktifkan kembali. Namun, di pertengahan tahun 2024, platform tersebut balik mendapatkan teguran serta surat peringatan di karenakan di temukan konten terkait Judol yang sedang di perangi oleh pemerintah. Pavel Durov, adalah pengusaha yang lahir di Rusia yang membangun platform tersebut di tahun 2013. Telah membangun reputasi Telegram sebagai platform yang menekankan kebebasan bicara serta enkripsi.

Pendiri Sekaligus Pemilik

Pavel Durov, seorang pria kelahiran Rusia 39 tahun yang lalu, adalah Pendiri Sekaligus Pemilik aplikasi perpesanan Telegram. Sebuah platform yang bersaing dengan Tiktok, Instagram, WeChat, dan aplikasi lainnya. Telegram memiliki tujuan ambisius untuk melewati 1M pengguna aktif dalam satu tahun ke depan. Telegram memiliki pengaruh besar di Ukraina, Rusia, serta negara-negara bekas Uni Soviet. Platform tersebut telah menjadi sumber informasi penting terkait perang Rusia di Ukraina, di mana banyak pejabat dari Moskow dan Kyiv menggunakannya. Beberapa analis bahkan menggambarkan Telegram menjadi pemicu perang virtual dalam konflik tersebut. Durov, yang kekayaannya di perkirakan mencapai 15,5M dolar AS oleh Forbes, meninggalkan Rusia pada tahun 2014 setelah menolak memenuhi tuntutan pemerintah agar di tutup organisasi oposisi pada platform media sosial VKontakte miliknya, yang kemudian di jualnya. Pada Agustus 2021, Durov jadi warga negara France.

Sebelumnya, pada tahun 2017, ia bersama Telegram pindah kantor ke Dubai. Berdasarkan laporan media Prancis, Durov juga memperoleh kewarganegaraan Uni Emirat Arab (UEA) dan merupakan warga negara St. Kitts and Nevis, sebuah negara kepulauan di Karibia. Dalam wawancara dengan jurnalis Amerika Serikat Tucker Carlson pada April. Durov mengungkapkan bahwa ia lebih memilih kebebasan daripada menerima perintah dari siapa pun. Menjelaskan alasan di balik kepergiannya dari Rusia serta pencariannya untuk kantor pusat yang mencakup Berlin, London, Singapura, dan San Francisco. Pada tahun 2018, Rusia mulai memblokir Telegram setelah aplikasi tersebut menolak mematuhi perintah pengadilan yang meminta akses layanan keamanan negara terhadap pesan terenkripsi penggunanya. Meskipun begitu, tindakan ini tidak terlalu berpengaruh pada ketersediaan Telegram di Rusia. Tetapi malah memicu protes massal di Moskow dan kritik dari lembaga swadaya masyarakat.

Penentangan Terhadap Platform

Mantan analis CIA, Larry Johnson, mengungkapkan bahwa Penentangan Terhadap Platform pesan terenkripsi Telegram berasal dari keinginan negara-negara Barat untuk mengawasi aktivitas daring dan menekan kritik terhadap kebijakan luar negeri mereka. Pernyataan ini di sampaikan oleh Johnson dalam sebuah wawancara dengan Sputnik. Setelah beredar berita mengenai penangkapan pendiri Telegram, Pavel Durov, oleh otoritas Prancis setelah jet pribadinya mendarat di Paris. Menurut Johnson, tuduhan yang di layangkan kepada Durov adalah tidak masuk akal dan sepenuhnya salah. Dia menegaskan bahwa tuduhan terhadap Durov, termasuk terorisme dan penipuan, sangat berbau politik dan seolah-olah di rancang untuk tujuan tertentu.

Johnson berpendapat bahwa tuduhan terorisme muncul karena Durov menolak untuk menyensor kelompok tertentu. Seperti mereka yang mendukung Hamas, yang masih diizinkan untuk berkomunikasi di Telegram. Telegram, kata Johnson, adalah salah satu dari sedikit saluran yang memungkinkan informasi kritis terhadap kebijakan Barat untuk terus beredar. Dia percaya bahwa inilah yang menjadi inti masalah sebenarnya. Durov dilaporkan menghadapi tuduhan serius terkait kurangnya moderasi di Telegram, yang oleh pihak berwenang dianggap turut menyebarkan konten terkait terorisme, perdagangan narkoba, penipuan, dan pencucian uang.

Platform Telegram juga dikenal sebagai tempat bagi para pembangkang politik di Barat untuk menyebarkan konten yang tidak diizinkan di platform lain. Johnson mengingat bahwa Durov dulu dianggap bersahabat dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, tetapi situasi telah berubah. Johnson berpendapat bahwa penangkapan Durov tidak akan terjadi tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari Macron. Meskipun demikian, Johnson menyebut bahwa Durov mungkin dijadikan alat tawar-menawar, meskipun tidak jelas oleh siapa, karena Durov telah meninggalkan Rusia dan kini tinggal di Uni Emirat Arab, menjadikannya kurang relevan bagi intelijen Rusia. Pemerintah Prancis sedang mempertimbangkan berbagai opsi hukum terkait penangkapan Pavel Durov.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait