

Thread Twitter yang di unggah oleh akun anonim bernama @CeritaMalamID pada akhir tahun 2023. Thread tersebut menceritakan pengalaman menyeramkan seorang mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa terpencil di Banyuwangi. Kisah yang awalnya tampak biasa berubah menjadi mimpi buruk ketika sang mahasiswa mulai mengalami peristiwa aneh dan menyeramkan yang berkaitan dengan seorang dukun tua misterius di desa tersebut. Dalam narasi yang mencekam, thread ini menjelaskan detail demi detail kejadian yang menimpa mahasiswa itu, mulai dari munculnya luka misterius di tubuhnya hingga mimpi buruk yang terus berulang setiap malam.
Thread ini dengan cepat viral di media sosial, meraih lebih dari 3 juta impresi dalam dua hari, dengan ribuan komentar dari warganet yang merasa kisahnya terlalu nyata untuk sekadar fiksi. Beberapa bahkan mengaku mengalami kejadian serupa di daerah mereka, menambah kesan bahwa dukun santet masih menjadi bagian dari ketakutan kolektif masyarakat Indonesia.
Proses adaptasi di lakukan secara hati-hati. Sutradara dan penulis skenario berdiskusi panjang dengan si penulis thread untuk menjaga keaslian cerita sambil membangun ketegangan khas film horor. Bahkan, tim produksi sempat melakukan survei ke desa yang menjadi latar cerita untuk memastikan lokasi dan latar budaya tergambarkan dengan baik di film.
Thread Twitter dengan kekuatan utama film ini, selain ceritanya yang mencekam, terletak pada fakta bahwa masyarakat modern kini menemukan cerita horor baru bukan dari dongeng turun-temurun, tetapi dari media sosial. Fenomena ini menunjukkan bagaimana digitalisasi telah mengubah cara kita bercerita, sekaligus membuka peluang baru bagi industri film untuk menggali inspirasi dari dunia maya. Dengan latar belakang yang unik dan basis penggemar yang kuat sejak awal, tak heran jika “Dukun Santet” menjadi salah satu film paling di nanti tahun ini.
Proses Produksi Sarat Ritual: Ketegangan Di Balik Kamera, apalagi jika sumber ceritanya di yakini berasal dari kejadian nyata. Arunika Pictures, sebagai rumah produksi film ini, menyadari sejak awal bahwa proyek ini mengandung risiko spiritual yang tidak bisa di anggap remeh. Oleh karena itu, sebelum syuting di mulai, tim melakukan berbagai ritual dan meminta restu dari para tokoh adat dan spiritual di lokasi.
Proses pra-produksi di mulai dengan survei lokasi ke desa yang di ceritakan dalam thread. Meskipun identitas desa tidak di sebutkan secara eksplisit di media sosial, penelusuran dan informasi dari penulis thread membantu tim menemukan tempat yang cocok untuk menggambarkan atmosfer horor yang sesuai. Saat survei, beberapa kru mengaku mengalami kejadian janggal seperti kamera mati mendadak, peralatan rusak tanpa sebab, hingga mendengar suara-suara aneh di malam hari.
Pihak produksi kemudian memutuskan untuk melibatkan seorang mediator spiritual selama proses syuting. Seorang dukun lokal di undang untuk memimpin upacara sebelum pengambilan gambar di mulai. Ritual pembukaan di lakukan dengan membakar kemenyan, menabur bunga tujuh rupa, dan membaca doa-doa khusus. Hal ini di lakukan untuk “membuka jalan” agar proses produksi berjalan lancar dan tidak mengganggu makhluk tak kasat mata yang di percaya mendiami lokasi.
Selama produksi, suasana di lokasi kerap terasa mencekam. Beberapa aktor melaporkan merasakan hawa dingin tiba-tiba di tengah cuaca panas, sementara kru pencahayaan mendengar suara langkah kaki meski semua orang tengah berkumpul di satu tempat. Salah satu aktor pemeran dukun bahkan sempat mengalami mimpi buruk berulang-ulang yang mirip dengan adegan di naskah.
Uniknya, Arunika Pictures juga mengajak masyarakat setempat untuk berperan dalam film, baik sebagai figuran maupun konsultan budaya. Hal ini membuat produksi menjadi lebih inklusif dan menghargai kearifan lokal. Kolaborasi ini di nilai sukses menciptakan suasana autentik yang akan terasa kuat dalam film. Proses produksi yang sarat dengan tantangan ini akhirnya selesai dalam waktu tiga bulan.
Ketegangan Menyentuh Penonton: Antusiasme Penayangan Perdana Berhubung Dari Thread Twitter, tiket presale habis hanya dalam waktu 24 jam sejak pembukaan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Tak hanya itu, media sosial pun kembali di penuhi dengan ulasan, cuplikan, dan reaksi dari penonton yang merasa di buat merinding dari awal hingga akhir film.
Penayangan perdana yang di gelar di Jakarta di hadiri oleh para pemeran utama, tim produksi. Dan juga beberapa tokoh budaya serta influencer yang di kenal memiliki ketertarikan terhadap dunia mistik. Film ini pun mendapat sambutan meriah. Beberapa penonton bahkan mengaku enggan ke kamar mandi sendirian setelah. Menonton karena suasana mencekam yang di bangun film begitu kuat dan menghantui.
Banyak kritikus menyebut bahwa kekuatan film ini terletak pada suasana yang di bangun perlahan namun intens. Musik latar, tata suara, dan pencahayaan menjadi elemen penting dalam menciptakan nuansa horor tanpa harus terlalu mengandalkan jump scare. Karakter dukun wanita dalam film ini di gambarkan dengan sangat menyeramkan, di perankan. Oleh aktris senior yang tampil total dengan riasan dan gestur yang membuat bulu kuduk berdiri.
Respons dari penonton luar negeri juga cukup positif. Melalui platform streaming, film ini berhasil menarik perhatian penonton dari Malaysia, Singapura, bahkan Filipina. Yang mengaku penasaran dengan kisah santet dan dunia perdukunan Indonesia. Beberapa kritikus film Asia Tenggara menyebut film ini sebagai contoh cemerlang bagaimana. Cerita lokal bisa di angkat dengan gaya modern namun tetap mempertahankan akar budayanya.
Keberhasilan penayangan ini membuka peluang besar bagi “Dukun Santet” untuk di bawa ke festival film horor internasional. Tim produksi di kabarkan telah menerima undangan dari dua festival film di Eropa dan satu di Jepang. Hal ini menandakan bahwa kisah horor lokal pun mampu bersaing di kancah internasional jika di kemas dengan baik dan autentik.
Refleksi Budaya Dan Ketakutan Kolektif Masyarakat Indonesia atau kengerian yang disuguhkan, tetapi juga. Mencerminkan ketakutan kolektif masyarakat Indonesia terhadap praktik mistis yang masih hidup di tengah kemajuan zaman. Santet, guna-guna, dan dukun bukan sekadar elemen horor fiksi, melainkan bagian dari. Realitas sosial yang sering kali tidak diakui secara terbuka, namun dipercayai secara diam-diam oleh banyak orang.
Film ini menjadi jembatan antara kepercayaan lama dan masyarakat modern, menunjukkan. Bagaimana praktik klenik masih memengaruhi cara pandang dan sikap sebagian masyarakat. Ketakutan terhadap dukun santet bukan hanya karena hal-hal supranatural, tetapi karena bayang-bayang ancaman yang tidak bisa dijelaskan secara logika. Itulah sebabnya, film ini terasa sangat mengena dan mampu menyentuh sisi psikologis penonton secara mendalam.
Lebih dari itu, film ini juga memantik diskusi publik mengenai batas antara kepercayaan dan takhayul. Banyak warganet mulai membagikan cerita pribadi mereka tentang pengalaman berhadapan dengan dunia mistis. Membuktikan bahwa horor bukan hanya milik film, tetapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari sebagian orang.
Pakar antropologi budaya menyebut bahwa film ini berhasil mengangkat isu yang selama ini dianggap tabu menjadi sebuah refleksi sosial. “Ketika film mampu membuat penonton merenung dan berdiskusi, berarti film tersebut memiliki nilai lebih dari sekadar hiburan,” ujar Dr. Sinta Rahardjo, dosen Universitas Indonesia.
Dengan kesuksesan ini, banyak yang memprediksi tren adaptasi cerita viral ke film akan terus berkembang. Kreativitas penulis di media sosial kini menjadi ladang ide baru bagi sineas. Dan selama masyarakat masih menyimpan rasa takut terhadap hal-hal yang tak terlihat. Cerita seperti “Dukun Santet” akan terus punya tempat di hati penonton Indonesia dengan Thread Twitter.