
Senator Rubio, dalam tugasnya sebagai tokoh senior partai Republik dan anggota Komite Hubungan Luar Negeri, secara resmi menyatakan bahwa Amerika Serikat sama sekali tidak terlibat dalam serangan udara yang di lakukan oleh Israel terhadap target-target di Iran. Dalam pernyataan resminya, ia menegaskan bahwa aksi militer tersebut sepenuhnya merupakan keputusan unilateral pemerintah Israel dan tidak mendapat dukungan teknis, intelijen, maupun persetujuan strategis dari AS.
Rubio menyampaikan bahwa meskipun kedua negara memiliki hubungan pertahanan dan intelijen yang kuat selama puluhan tahun, operasi ini telah di laksanakan berdasarkan penilaian militer Israel sendiri. Pernyataan tersebut bertujuan untuk menjawab tuduhan yang berkembang di kalangan media internasional dan paramiliter Iran bahwa ada keterlibatan langsung atau kebocoran informasi dari AS. Ia juga menyebut bahwa Washington sama sekali tidak membantu dalam hal koordinasi maupun perencanaan strategi serangan.
Lebih lanjut, Rubio menekankan bahwa pemerintah AS akan terus mempertahankan netralitasnya di tengah dinamika konflik yang semakin kompleks. Ia menambahkan bahwa jika Iran berniat melakukan serangan balasan, maka sasaran AS jelas: “Jika ada elemen militer atau diplomatik kita yang menjadi target, maka kami tidak akan tinggal diam.” Pernyataan ini sekaligus menjadi peringatan bahwa AS akan melindungi kepentingannya, namun tidak ingin terlibat langsung dalam eskalasi militer antara Israel dan Iran.
Senator Rubio juga menyebut bahwa kesadaran global akan dampak dari intervensi militer langsung membuat pemerintah lebih berhati-hati. Menurutnya, posisi AS sebagai mediator, pengawas, dan penjaga stabilitas global sangat penting—terutama di wilayah Timur Tengah yang rentan. Pernyataannya menegaskan keinginan agar AS tidak di jadikan kambing hitam dalam konflik geopolitik dua negara tersebut, namun tetap siap mempertahankan keamanan dan mencegah konflik meluas.
Respons Dari Iran Dan Komunitas Internasional Dari Senator Rubio, Iran merespons dengan keras. Pemerintah Iran menyebut serangan tersebut sebagai “aksi agresi langsung”, dan menuduh bahwa Israel tidak mungkin bertindak sendiri tanpa dukungan, entah secara intelijen, teknologi, atau moral, dari sekutu kuat seperti Amerika Serikat. Beberapa pejabat tinggi bahkan menyatakan bahwa jika terbukti ada jejak keterlibatan AS, maka Washington akan mereka anggap sebagai musuh dalam konflik tersebut.
Angkatan Bersenjata Iran pun memperingatkan bahwa mereka memiliki rencana balasan jika terjadi penyerangan terhadap kawasan militer atau diplomatik mereka. Peringatan ini tentu menimbulkan kekhawatiran di banyak ibu kota, karena eskalasi bisa terjadi kapan saja. Negara-negara di kawasan seperti Irak, Suriah, dan Lebanon segera meningkatkan kesiapan militer serta pengawasan perbatasan. Lebanon, khususnya, sudah dalam status siaga tinggi karena Hizbullah di perkirakan akan menjadi salah satu pihak yang bereaksi jika terjadi agresi lanjutan.
Sementara itu, komunitas internasional menyuarakan dukungan terhadap upaya meredam ketegangan. Dewan Keamanan PBB mengadakan rapat darurat, di ikuti pernyataan dari negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Jerman yang menyerukan dialog dan menolak cara kekerasan sebagai solusi. Sekretaris Jenderal PBB menekankan bahwa layanan sipil dan warga negara biasa tidak seharusnya menjadi korban konflik yang keterlibatannya sudah meluas ke lingkaran global.
Secara pribadi, beberapa pemimpin dunia seperti Presiden Rusia dan Perdana Menteri Jepang juga menyatakan keprihatinan mendalam. Mereka menyerukan dialog bilateral, utamanya mengenai program nuklir Iran, dan mendesak Israel agar menahan diri untuk tidak merembet ke wilayah lain, termasuk di luar Iran.
Di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, reaksi cukup hati-hati. Kedua negara ini bukan pendukung langsung Iran, tetapi juga tidak ingin konflik terus berkembang dan membahayakan bisnis dan stabilitas regional. Banyak analis menyebut bahwa infotainment dan media sosial menambah ketegangan karena unggahan-unggahan provokatif, sehingga kebijakan diplomatik harus lebih di arahkan kepada meredam “narasi konflik”.
Implikasi Diplomasi Nuklir Dan Politik Global antara Iran dan negara-negara Barat yang sudah berjalan sejak beberapa bulan lalu kini berada di ujung tanduk. Sebelumnya, kemajuan sempat tercapai dalam pembicaraan putaran kelima—dengan rencana putaran keenam yang di jadwalkan di Oman dalam beberapa hari mendatang. Namun serangan Israel dan respons balik dari Washington ini mengkondisikan suasana diplomasi menjadi lebih rumit.
Presiden dan Menteri Luar Negeri AS menyatakan masih terbuka untuk dialog, menekankan. Kembali janji lama bahwa Washington ingin kembali ke kesepakatan nuklir semula jika Iran mematuhinya. Namun banyak pihak menilai bahwa pernyataan senjata justru menjadi boomerang bagi posisi AS di meja dialog. Jika Iran merasa terancam, kemungkinan besar mereka akan menolak semua opsi kompromi. Dan malah merapatkan barisan dengan milisi lokal serta Rusia—sebagai counter weight terhadap ekspansi pengaruh AS dan Israel.
Para pengamat internasional juga mencatat bahwa pernyataan Rubio yang keras. Di anggap mewakili sikap “bipolar” AS—menegaskan netralitas sekaligus mempersiapkan opsi defensif jika terjadi eskalasi. Ini menciptakan persepsi bahwa AS frustasi dengan kurangnya kendali atas sekutu-sekutunya. Terutama melihat konflik berkepanjangan antara Israel dan Iran, kepercayaan sebagai mediator internasional di pertaruhkan.
Dalam lingkup politik domestik Amerika, reaksi politisi konservatif seperti Senator Graham. Dan DPR Johnson cenderung membela Israel, sementara Senator-tokoh Demokrat seperti Jack Reed dan Nancy Pelosi. Memperingatkan risiko perang terbuka yang dapat menarik AS. Langsung ke peperangan skala besar—yang bisa berimbas pula ke pemilihan presiden berikutnya.
Ancaman Stabilitas Dan Risiko Konflik Regional, warga dan pemerintah seluruh Timur Tengah kini berada dalam waspada penuh. Jalur pelayaran di Selat Hormuz di perketat dan kapal-kapal tanker bahkan di alihkan menjauh. Dari rute biasa karena kekhawatiran terkena rudal atau drone berbasis laut. Beberapa maskapai dunia menangguhkan atau menyesuaikan rute penerbangan atas permintaan otoritas nasional.
Di Barat Teluk Persia, pangkalan AS di Qatar dan Bahrain memperketat sistem pertahanan udara. Serta mempertimbangkan penempatan sistem rudal tambahan sementara. Di utara, Irak dan Suriah memperkuat patroli perbatasan guna mencegah infiltrasi drone atau milisi pro-Iran. Hizbullah di Lebanon juga menunjukkan kesiapan maksimum dan meningkatkan kewaspadaan di perbatasan Israel-Lebanon.
Dalam kurun beberapa hari pasca serangan, harga minyak dunia meroket akibat kekhawatiran gangguan pasokan. Investor mulai menarik aset dari pasar komoditas dan memindahkan dana ke aset aman seperti emas. Aktivitas ekonomi internasional, termasuk industri semikonduktor di Asia, terkena dampak karena khawatir rantai pasokan energi terganggu secara mendadak.
Dari segi manusia, krisis kemanusiaan juga mengintai. Komunitas pengungsi di Suriah dan Lebanon bisa terkena dampak gelombang migrasi baru jika konflik meluas. Organisasi kemanusiaan sudah menghitung potensi kekurangan pasokan makanan dan medis. Sementara daerah perbatasan sudah dalam mode evakuasi bergilir jika ancaman membesar.
Rubio sendiri menyampaikan bahwa AS akan terus memantau situasi dan mempersiapkan dialog kondisi darurat. Sinyal militer berupa pemindahan aset, embargo senjata sementara, dan bantuan diplomatik multilateralisme digencarkan—semuanya bertujuan memastikan konflik tidak menyebar.
Yang pasti, situasi ini belum usai. Langkah-langkah lebih lanjut seperti pertemuan darurat PBB, pemulihan jalur dialog nuklir. Dan diplomasi cepat antar negara perlu terus diupayakan untuk mencegah perang yang lebih besar. Dan di tengah semua itu, peran Amerika Serikat—baik sebagai. Penjaga aliansi maupun penjamin stabilitas—akan terus menjadi sorotan global dari Senator Rubio.